JOGJA – Indonesia sukses menggelar dua acara sekaligus yakni Dialog B20-G20 yang merupakan side event The Future of Work & Education Task Force (FOWE TF) dan B20 Goes to Campus, Senin (15/8/2022). Kedua acara dilakukan secara hybrid, baik daring dan luring yang digelar di Hotel Royal Ambarukmo, DIY.
Agenda side event yang diadakan FOWE TF ini ingin menjawab tantangan untuk mendorong pemerataan akses dan kualitas pendidikan di semua tingkatan Sasarannya, khusus untuk kelompok-kelompok yang rentan dalam pemulihan pasca-pandemi agar bisa menjadi SDM unggul yang terserap dalam lanskap pekerjaan di masa depan.
Hal ini sejalan dengan acara B20 Goes to Campus yang diselenggarakan bersama 35 PTN dan PTS yang berada di wilayah DIY. Acara ini bertujuan untuk mempromosikan agenda dan legacy atau program warisan B20 Indonesia untuk memulihkan ekonomi sekaligus meminta dukungan dan ide-ide segar dari civitas akademika di DIY.
Chair of FOWE TF, Hamdhani D Salim mengatakan gugus tugasnya memiliki dua program spesifik, yaitu memulihkan krisis sektor tenaga kerja pascapandemi dan membangun masa depan dunia kerja serta pendidikan yang lebih inklusif dan tangguh, terutama untuk menghadapi tantangan terkait revolusi teknologi digital dan perubahan iklim.
Hamdhani yang juga Direktur Astra dan Presiden Direktur Astra Otoparts ini mengatakan FOWE TF telah menyusun serangkaian rekomendasi kebijakan yang komprehensif dan dibahas kembali mengenai tindakan-tindakan konkretnya pada diskusi hari ini.
“Kami fokus pada tiga tema rekomendasi. Pertama, penciptaan pekerjaan di masa depan. Ini bukan hanya soal statistik ketenagakerjaan, tapi penciptaan pekerjaan berkelanjutan, jangka panjang, layak dan sesuai dengan kebutuhan masa depan ekonomi dunia,” jelas Hamdhani saat membuka acara dialog, Senin (18/5/2022).
Kedua, pembelajaran dan keterampilan yang relevan dengan masa depan. Menurutnya, pandemi memberikan pembelajaran untuk mengkaji kembali relevansi dunia pendidikan saat ini dengan kebutuhan industri di masa depan. Hal itu, kata Hamdhani, termasuk sistem pendidikan yang mendorong pembelajaran seumur hidup.
Ketiga, mengenai inklusivitas atau penyertaan dan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan. Pandemi membuat banyak kemunduran bagi inklusivitas di dunia kerja. Untuk itu, Presidensi B20-G20 Indonesia memiliki tujuan untuk mengambil momentum pemulihan bagi kemajuan inklusivitas dunia kerja.
“Pandemi bukan satu-satunya tantangan terhadap ketenagakerjaan dan pendidikan – ada aspek lain yang perlu mendapat perhatian yang perlu ditangani seperti transisi energi hijau, digitalisasi dan otomasi yang juga mesti disoroti. Ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang baru dalam menciptakan pertumbuhan sosial dan ekonomi serta lapangan kerja baru,” jelas Hamdhani.
Sementara itu, Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani sebelum memberikan sambutan diacara Dialog B20-G20, juga memberikan penjelasan mengenai B20 kepada mahasiswa dari 35 kampus PTN-PTS yang berada di DIY.
Seperti diketahui, pendidikan menjadi salah satu isu penting dalam agenda B20-G20 Indonesia. Indonesia memiliki agenda prioritas bidang pendidikan seperti Pendidikan Berkualitas untuk Semua, Teknologi Digital dalam Pendidikan dan Masa Depan Dunia Kerja Pasca Covid-19.
Oleh sebab itu, perguruan tinggi atau kampus merupakan salah satu pilar penting dalam menyukseskan agenda B20-G20 Indonesia, terutama soal kemitraan dan kolaborasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan global, termasuk dalam hal akses pendidikan yang berkualitas.
Shinta juga menjelaskan B20 Indonesia bertugas merumuskan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah melalui 6 task forces dan satu action council yang dipimpin oleh CEO dari berbagai perusahaan terkemuka di Indonesia dan didukung oleh Co-Chairs dari negara-negara G20.
“B20 Indonesia memiliki legacy yang merupakan upaya kolaboratif berkelanjutan negara-negara G20 guna memecahkan tantangan global dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Ada enam legacy yang disiapkan antara lain Carbon Center of Excellence, Global Blended Finance Alliance, B20 Wiki, One
Global Women Empowerment, digitally enabled “Always On” global pathogen monitoring system, serta global One Shot campaign,” ujar Shinta.
Sedangkan saat memberikan sambutan di dialog B20-G20, Shinta menjelaskan mengenai gambaran dunia bisnis dan industri di masa depan, termasuk soal sektor ketenagakerjaan yang selama pandemi sekitar 25 persen bergeser, dari awalnya bekerja secara manual menjadi digital atau otomasi. Menurutnya, jika tidak segera beradaptasi dengan pergeseran ini, sektor tenaga kerja akan mengalami krisis yang luar biasa.
“Persoalan kedua, soal kesenjangan pengetahuan literasi Science,Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) antara negara maju dan berkembang. Padahal, ini kunci dalam menghadapi masa depan yang saat ini digerakan oleh IPTEK, utamanya digitalisasi. Jika ini tidak segera dicarikan solusi, sebagian besar populasi dunia akan kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi di pasar kerja global,” terang Shinta.
BACA JUGA : Kasus Siswa Tak Berjilbab Terseret Isu Intoleransi?
Empat Mahasiswa Arsitektur UII Lolos Belajar di Eropa dan Amerika
Persoalan ketiga soal terbatasnya akses perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama di tempat
kerja. Hal ini juga terkait oleh diskriminasi terhadap perempuan di institusi pendidikan, di mana lebih dari
16 juta anak perempuan tidak mendapat akses pendidikan. Jika B20 tidak segera memberikan jalan keluar, dunia akan kehilangan potensi tenaga kerja berbakat yang signifikan dari kaum perempuan yang dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi global.
“B20 menyiapkan dua legacy yang mendukung rekomendasi kebijakan yang dirumuskan FOWE TF untuk menciptakan peluang baru dan meningkatkan inklusivitas dalam pekerjaan dan pendidikan di masa
depan. Pertama B20 Wiki, platform yang meningkatkan UMKM generasi berikutnya ke rantai pasokan global melalui Wiki Learn, Wiki DO dan Wiki Scale. Ini sejalan dengan tujuan jangka panjang, membantu menciptakan wirausaha dan mempercepat penciptaan lapangan kerja,” kata Shinta.
Kedua, lanjut Shinta, One Global Women Empowerment (OGWE) yang merupakan inisiatif global baru yang dirancang untuk meningkatkan dukungan dan memberdayakan perempuan dalam bisnis dan karir. OGWE fokus pada literasi digital dan kemampuan kepemimpinan perempuan serta menciptakan lingkungan kerja yang aman dan adil.
20 Juta Lapangan Kerja
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid dalam arahannya mengatakan studi terbaru McKinsey mengatakan 30 persen pekerja global akan tergantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030. Selain itu, pekerjaan administrasi juga nantinya akan tergantikan oleh teknologi AI sama halnya dengan sektor industri SDA yang secara perlahan akan transisi menuju industri hijau.
“Satu sisi, ini akan ada pekerjaan yang hilang. Namun secara positif, ada penciptaan lapangan kerja baru ketika dunia melakukan transisi menuju ekonomi hijau. Badan Energi Internasional menghitung, ada 40 juta lapangan kerja yang akan tercipta dari ekonomi hijau di tahun 2030. Indonesia yang memiliki generasi muda usia produktif atau bonus demografi harus memanfaatkannya. Ini kekuatan kita,” ujar Arsjad.
Arsjad memprediksi, di Indonesia, akselerasi teknologi 4.0 memiliki potensi untuk mendorong produktivitas dan menghasilkan keuntungan hingga 70 bagi perusahaan, menciptakan 20 juta lapangan kerja baru dan menciptakan tambahan 120 miliar dolar AS dalam output ekonomi tahunan. Hal ini merupakan momentum sekaligus peluang yang mesti kita siapkan untuk mencapainya.
Survei IMD World Digital Competitiveness Ranking 2021 menempatkan Indonesia pada peringkat 37 dunia dari total 64 negara. Data tersebut memperlihatkan Indonesia masih kalah dari segi daya saing digital bila dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Rendahnya kualitas tenaga kerja yang belum mampu merespons perkembangan kebutuhan pasar kerja, menjadi salah satu penyebab produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal.
Arsjad mengingatkan, tenaga kerja Indonesia harus mampu beradaptasi di era revolusi industri 4.0 ini. Untuk itu, agar SDM tetap mampu bersaing di era digital, perlu menambah skill dengan cara reskilling atau upskilling.
Peningkatan lapangan pekerjaan juga harus sejalan dengan peningkatan investasi. Tidak hanya keterampilan baru tetapi keterampilan yang dibutuhkan untuk industri masa depan.
“Jelas, kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Kemitraan publik-swasta yang lebih erat diperlukan agar komunitas bisnis dapat berkontribusi untuk menyesuaikan transisi ini. Industri harus bisa berkolaborasi lebih praktis dengan pemerintah untuk merancang kurikulum yang sesuai kebutuhan industri di masa
depan,” jelasnya.
Terlebih lagi pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi terus mendorong keterlibatan dunia usaha, termasuk KADIN Indonesia bersama kementerian dan lembaga diarahkan untuk menyelaraskan pendidikan dan pelatihan vokasi.
“Secara organisasi KADIN Indonesia terlibat untuk bisa melakukan perbaikan dalam pendidikan vokasi, termasuk menyelaraskan pendidikan dan pelatihan vokasi sehingga tenaga kerja memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan pada akhirnya dapat menekan pengangguran,” ujarnya.
Pengurangan Mismatch
Acara sampingan FOWE TF ini juga dihadiri Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziah, Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita, serta Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan-Ristek Iwan Syahril yang mewakili Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim.
Dalam pidatonya, Menaker Ida Fauziah mengatakan Perpres No. 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi akan mengurangi mismatch dan mensinergikan antara pendidikan dan pelatihan vokasi. Ida menambahkan, untuk mengurangi mismatch dibutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak, seperti halnya pihak pemerintah dan swasta. Untuk saat ini, Kemnaker katanya tengah memaksimalkan forum komunikasi lembaga pelatihan dengan industri yang ada di setiap Balai Latihan Kerja (BLK).
Sedangkan Menperin Agus Gumiwang menyetujui perlunya penanganan yang lebih komprehensif antar sektor tenaga kerja dan strategi pendidikan, mulai dari kebijakan, akses program termasuk dukungan sektor swasta dalam menyiapkan SDM unggul.
Kemitraan antara publik-swasta, kata Agus, sangat berperang penting dalam pengembangan tenaga kerja sebagai investasi jangka panjang di masa depan.
Pemerintah sendiri sudah menyiapkan Roadmap Implementasi Industri 4.0.
Menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan-Ristek Iwan Syahril, lanskap pekerjaan telah mengalami perubahan mendasar bahkan sebelum pandemi COVID-19. Saat ini perubahan transformasional dalam sektor tenaga kerja ini didorong oleh kemajuan teknologi.
“Selain menyambut keuntungan dari kemajuan itu, kita harus juga mengantisipasi perubahan yang
mungkin terjadi pada pasar kerja dan keterampilan di masa depan. Kita perlu mengubah pendidikan kita untuk fokus pada keterampilan yang berguna untuk segala jenis pekerjaan, melalui penguatan pendidikan vokasi dan penekanan pada STEM,” ujar Iwan.
Pemerintah, kata Iwan, saat ini mendorong peserta didik untuk magang di industri sehingga memiliki pengalaman, keterampilan dan pengetahuan tentang dunia kerja. Untuk itu perlu kolaborasi erat antara dunia pendidikan dengan sektor bisnis. Melalui inisiatif ini, SDM kita bisa berkontribusi pada tatanan masyarakat yang lebih adil, inklusif dan berkelanjutan. (Ara/Ana).