JOGJA – Hujan, terik panas matahari, kemacetan, berbaur dengan debu asap kendaraan, demikian diantara situasi yang tak bisa dihindari bekerja sebagai tukang becak serta sebagai kusir andong. Seperti di Jalan Malioboro Jogja, jumlah mereka cukup banyak, di kawasan ini seringkali mengandalkan datangnya penumpang dari wisatawan yang menginap di hotel.
Namun walaupun seringkali mendapatkan penumpang dari hotel, tetapi baginya seolah mimpi bisa berlama-lama di dalam hotel dan makan di restoran yang telah disediakan.
Sabtu (21/5/2022), menjadi hari yang tak disangka-sangka oleh mereka. Mereka yang berjumlah kurang lebih 100 orang pengemudi becak dan kusir andong yang biasa mengais rejeki di kawasan Malioboro menikmati makan siang di hotel bintang lima.
Agenda makan siang bersama pengemudi becak dan kusir andong ini diinisiasi oleh Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DIY. Ketua MPW Pemuda Pancasila DIY Faried Jayen Soepardjan mengatakan bahwa agenda ini momentumnya berdekatan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Kebetulan pula, lanjut Faried Jayen, kita dalam kondisi berjuang bangkit dari pandemi Covid-19
“Pertama kami ingin berbagi kebahagiaan pada insan pariwisata saat momentum Hari Kebangkitan Nasional. Harapannya kebahagiaan kita ini bisa dirasakan masyarakat bawah,” kata Faried Jayen, Sabtu 21 Mei 2022.
“Kedua, Kota Yogyakarta adalah kota pariwisata. Para pengayuh becak, sopir becak motor dan kusir andong merupakan salah satu motor untuk menggerakkan pariwisata di Yogyakarta. Mereka sempat terdampak perekonomiannya karena pandemi Covid-19. Saat ini waktunya kita bangkit bersama dan menggerakkan lagi pariwisata Yogyakarta,” sambung Faried Jayen.
Sementara itu Ketua Badan Pengusaha Pemuda Pancasila DIY Yuni Astuti menilai makan di hotel bintang lima mungkin bagi sebagian orang sudah biasa, tetapi bagi masyarakat kalangan bawah tentu bisa jadi luar biasa karena jarang melakukannya.
Yuni Astuti menjabarkan di sela-sela kegiatan makan siang bersama ini, dilakukan edukasi terhadap sopir becak dan andong dalam memberikan layanan kepada wisatawan. Beberapa di antaranya ditanya terkait tarif ketika naik alat transportasi tradisional itu.
“Kami mengajak para sopir becak dan andong ini agar tetap memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan, agar mereka memberikan kesan positif terhadap pariwisata Jogja. Kami tadi sembari berbincang satu per satu,” ucap Yuni Astuti.
Mereka mengaku baru pertama kali menikmati makan di restoran Hotel Bintang Lima. Biasanya, para sopir becak dan kusir andong ini hanya sekadar mengantar tamu ke hotel tersebut. Seperti disampaikan pengayuh becak Yono Miyarso yang mengaku baru pertama kali makan di restoran hotel bintang lima meski dirinya sudah puluhan tahun mangkal di kawasan Malioboro yang banyak hotel bintang lima.
Yono menceritakan kesehariannya dirinya makan seadanya seperti di angkringan maupun warung makan biasa dengan harga murah. Warga asal Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini tidak mengaku selama ini tak punya tempat tinggal di Yogyakarta memiliki sehingga setiap harinya ia tidak di emperan toko dan lebih sering di atas tempat duduk becaknya.
“Makan juga seadanya, seperti di hotel ini tidak pernah sebelumnya. Ini bisa dibilang pertama kali. Saben dinane mangan opo anane (setiap hari makan seadanya saja) Kebetulan selain makan ini tadi juga diberi uang. Saya merasa senang,” ucap Yono.
Yono menambahkan dirinya sudah menjadi pengayuh becak sejak tahun 1980. Yono menuturkan dirinya akan tetap memilih menjadi pengayuh becak meski kondisi saat ini tantangannya semakin berat.
“Saya menyewa becak. Sebulan bayar Rp 100 ribu. Sekarang ini pendapatan tidak menentu. Apalagi sekarang becak kayuh kalah dengan transportasi lain di Malioboro,” pungkas Yono. (*/Ana)