banner 728x250

Huda Minta Sekolahan Tak Ragu Laporkan LSM Abal-abal

  • Share
Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana. Foto : Istimewa.
banner 468x60

JOGJA – Keberadaan lembaga pendidikan di DIY ternyata tak lepas dari obyek sasaran oleh pihak pihak yang mengaku dari LSM. Mereka berdalih mengawasi terkait pembeayaan sekolahan, namun justru mengarah pada pemerasan dan menjadikan sekolahan terintimidasi.

“Kami menerima masukan dari berbagai kepala sekolah di DIY bahwa sekolah mereka sering didatangi LSM abal-abal dan mencari cari kesalahan sekolah, biasanya terkait dana pendidikan,” terang Wakil ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, Kamis (16/3/2023).

banner 336x280

Huda mengungkapkan persoalan pendanaan dan pembiayaan pendidikan jangan sampai menjadikan sekolah terintimidasi. Sepanjang semua dijalankan sesuai aturan maka jangan takut jika ada intimidasi.

“Biasanya LSM itu kemudian minta uang ke sekolah, dan karena terintimidasi sekolah terpaksa memberikan,” ucapnya.

Politisi PKS itu menegaskan jika kedapatan ada LSM yang tak bisa dipertanggungjawabkan melakukan intimidasi kepada pihak sekolahan maka jangan ragu untuk menolak.

“Jangan ikuti, jawab saja baik baik. Jika keterlaluan laporkan ke DPRD atau ke dinas pendidikan,” tegasnya.

BACA JUGA : Dampak Gadget, Kasus Mata Rabun Jauh Usia Anak Meningkat 50%

KPAID Kota Jogja Pastikan Korban Siswa Tak Berjilbab Berangsur Membaik

Selaras dengan persoalan pendanaan sekolahan, saat ini DPRD DIY sedang mempersiapkan raperda pendanaan pendidikan untuk menjamin rasa aman bagi sekolah maupun orang tua siswa.

“Dalam konsep kami unit cost minimal sekolah negeri mestinya dipenuhi oleh APBD dan APBN sehingga tidak ada pungutan (sumbangan wajib),” katanya.

Menurutnya saat ini memang masih ada selisih antara total BOS dan BOSNAS dengan unit cost minimal. Sehingga ada gap yang sering menimbulkan masalah bagi penyelenggara yang dituntut mutu pendidikan.

Unit cost untuk SMA berdasar pergub adalah Rp4,8 juta, untuk SMA IPS dan Rp4,9 juta untuk IPA per tahun. Sementara untuk SMK senilai Rp5,3 juta dan Rp5,5 juta per tahun. Sedangkan total BOS hanya senilai Rp3,5 juta per tahun ( BOSNAS senilai Rp1,4 juta dan BOSDA sebesar Rp2,1 juta).

“Ada gap sekitar Rp1,4 juta per tahun yang mesti disolusikan. Pilihannya adalah apakah dari pungutan atau dicukupi negara,” terangnya.

Huda berpandangan negara dituntut hadir dan mencukupi kebutuhan pendanaan sekolahan. Dalam hitungannya, diperlukan tambahan sekitar Rp150 miliar per tahun di DIY.

Termasuk untuk SLB juga perlu diperhatikan. Sekolah inklusi yang memerlukan anggaran tambahan sekitar Rp25 miliar per tahun. Hal ini menjadi konsen agar bisa kecukupan anggaran pendidikan dan pencapaian kualitas pendidikan di DIY.

“Harapan kami sekolah bisa konsen mendidik siswa siswa dengan tenang untuk mempersiapkan generasi masa depan di DIY,” harap Huda.(*/Ana)

banner 336x280
banner 120x600
  • Share