JOGJA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Jogja terus memantau perkembangan siswa SMA Negeri I Banguntapan, Bantul yang diduga menjadi korban pemaksaan penggunaan jilbab. Korban yang sebelumnya mengalami depresi saat ini dipastikan sudah berangsur membaik.
Ketua KPAID Kota Jogja, Sylvi Dewajani menjelaskan korban berasal dari kota Jogja, sehingga dalam pendampingan dan penanganan psikologis dibawah pantauan KPAID Kota Jogja.
“Saat ini kondisi korban telah berangsur membaik dan dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah
yang lebih kondusif untuk kondisi Kesehatan mentalnya,” terang Sylvi, Kamis (4/8/2022).
Menurutnya, saat ini pihak sekolah sudah dalam penanganan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) DIY secara baik dan terpantau oleh berbagai pihak hingga tingkat nasional. Baik itu Inspektorat Jenderal
Kemendikbud, DPR RI Komisi terkait, sehingga dipastikan dapat berjalan secara objektif dan menghasilkan kebijakan terbaik.
KPAID Kota Jogja juga mengimbau kepada semua pihak untuk tidak
membangun berbagai opini dan berita spekulatif yang justru dapat berdampak kontra produktif terhadap kondisi korban.
“Karena korban bisa kembali mengalami depresi saat mendapati berita
tentang dirinya. Korban, juga justru berpotensi mendapatkan tekanan dari pihak yang kita semua tidak dapat kendalikan dampaknya bagi kondisi psikisnya,” terangnya.
Tidak hanya kuatir berdampak terhadap pisikis korban, opini dan pemberitaan yang spukalatif juga berpotensi mengganggu proses belajar mengajar di SMA Negeri I Banguntapan, Bantul. “Sehingga hak pendidikannya menjadi tidak optimal,” tuturnya.
Oleh karenanya, KPAID Kota Jogja, mengharapkan kepada semua pihak untuk menjaga diri tidak memberikan berbagai berita dan informasi tentang kejadian ini secara berlebihan. Selanjutnya mempercayakan semua proses berjalan pada pihak yang menangani, sehingga dapat menghasilkan upaya lebih optimal dan cepat.
“KPAID kota Jogja akan memantau dengan netral dan seksama, secara sungguh-sungguh hingga kasus ini selesai,” ucap Sylvi.
BACA JUGA : Kasus Siswa Tak Berjilbab Terseret Isu Intoleransi?
Empat Mahasiswa Arsitektur UII Lolos Belajar di Eropa dan Amerika
KPAID Kota Jogja juga memberikan catatan kepada Pemda DIY melalui Disdikpora untuk benar-benar mengimplementasikan Pergub no 21 tahun 2013 tentang Pendidikan Inklusif. Dalam pasal 1 menyebutkan tentang pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan peran kepada semua peserta didik dalam suatu iklim dan proses pembelajaran bersama tanpa membedakan latar belakang sosial, politik, ekonomi, etnik, agama/kepercayaan,golongan, jenis kelamin, kondisi fisik maupun mental, sehingga sekolah merupakan miniatur masyarakat.
“Kami juga mendorong DPRD DIY melakukan pengawasan terkait peraturan atau regulasi yang dijalankan pada satuan pendidikan terutama di sekolah – sekolah negeri yang dilaksanakan dengan menghargai keberagaman,” katanya.
Dari kasus saat ini KPAID Kota Jogja mendorong semua sekolah negeri untuk dapat mematuhi regulasi yang sudah ada. Segera mengupayakan dengan benar untuk menjadi sekolah ramah
anak.
“Bukan hanya sekedar pernyataan melalui papan nama, namun juga pada
tataran implementasi yang selalu mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak,” pungkaa Sylvi. (Ana)