JOGJA – Kuasa hukum korban keributan di salah satu kafe di kawasan Babarsari, Kabupaten Sleman pada Juli 2022 lalu mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kajati) DIY. Kedatangan kuasa hukum mempertanyakan hilangnya penggunaan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1952 dalam keributan di Babarsari tersebut.
Kuasa hukum korban keributan di Babarsari, Ade membeberkan ada dua perkara dalam keributan tersebut. Dari dua perkara ini sebenarnya di dalam keterangan saksi disebutkan adanya penggunaan senjata api oleh pelaku berinisial L.
Ade menerangkan pasal penggunaan senjata api itu tidak ditindaklanjuti dan dianggap gugur diperkara pertama yaitu keributan di Jambusari, Sleman. Sementara diperkara kedua yaitu keributan di salah satu kafe di Babarsari, lanjut Ade pasal penggunaan senjata api oleh pelaku L lagi-lagi tidak muncul.
“Kedatangan kami untuk melihat sejauh mana perkembangan perkara. Kedua apa saja yang termuat di dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dilimpahkan ke Kejaksaan. Kami mau flashback kembmnali bagaimana caranya pasal kepemilikan senjata api tidak dimasukan. Kemudian Polda DIY sudah beri jawaban ke kami pasal senjata api sudah dimasukkan,” ujar Ade.
“Kami datang ke Kejaksaan tinggal menunggu tahap dua. Tahap dua itu kan berarti berkas sudah lengkap ternyata kelengkapan yang dikroscek gak ada pasal senjata api yang dimasukkan,” imbuh Ade
Ade menyebut hilangnya pasal senjata api ini sangatlah aneh. Ade menjabarkan hilangnya pasal penggunaan senjata api oleh Kejaksaan dikarenakan penyidik sulit mendapatkan barang bukti berupa senjata api. Padahal, imbuh Ade, ada saksi-saksi dan bukti petunjuk yang jelas mengarah ke sana.
“Pertanyaan kami simpel. Jangankan perkara ini, perkara narkoba misalnya, penyidik mampu menghadirkan barang bukti. Perkara terorisme juga polisi bisa dengan mudah mendapatkan barang bukti. Sementara dikasus ini, kenapa kok tidak bisa? Padahal saksi ada. Rekaman CCTV juga ada. Lalu apa susahnya?” tanya Ade.
Ade meminta kepada petugas kepolisian untuk profesional dalam menjalankan tugasnya di kasus keributan Babarsari ini. Ade menyebut jangan sampai ada dugaan penghilangan barang bukti dalam kasus tersebut sehingga mempengaruhi profesionalitas polisi.
“Bisa jadi seperti itu (menghilangkan barang bukti) atau bisa juga polisi tidak profesional dalam menangani perkara ini. Perkara yang begitu rumit saja mereka bisa temukan barang bukti. Mengapa hari ini tidak ada,” tanya Ade.
Sedangkan Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati DIY Agus Setiadi, mengatakan pihaknya sudah mengembalikan berkas perkara yang semula dinyatakan P21 itu ke penyidik Polda DIY. Agus mengungkapkan berkas kasus itu dinilai ada yang belum lengkap baik secara formil maupun materil.
“Kekurangan banyak disitu barangkali masih belum lengkap. Salah satunya tentang penerapan Pasal UU Darurat disitu juga, barang yang katanya berupa pistol sampai sekarang gak ada barangnya. Kalau dari penyidik ke kami gak bisa menghadirkan. Makanya kami kembalikan berkasnya agar penyidik bisa menghadirkan barang bukti pistol itu,” tutur Agus.
“Kami beri batas waktu 14 hari. Sebelum 14 hari itu berkas perkara harus sudah dikirim lagi ke kami,” imbuh Agus.
BACA JUGA : Penembakan 12 Warga Sipil di Papua, PKS Minta Tindak Tegas
Teror KKB Makin Intensif, Komisi I Minta Evaluasi Pendekatan Keamanan di Papua
Terpisah, Kasi P2 Kejati DIY Danan Jaya menceritakan dikronologi dalam BAP memang peristiwa penembakan itu disebutkan. Danan mengatakan diperkara pertama terkait kepemilikan senjata api itu dianggap gugur. Danan menyebut jika Kejati kemudian memberi petunjuk kepada penyidik agar barang bukti pistol dimasukan dalam Daftar Pencarian Barang (DPB).
“Terdakwa L ini ada dua perkara. Perkara pertama sudah diputus kemarin. Kami tuntut 7 tahun 6 bulan dan diputus 5 tahun. Ini masuk lagi perkara dua, yaitu awal mula kejadian di tempat karaoke. Ini petunjuknya disitu karena perkara awal,” terang Danan.
“UU Darurat harus mutlak barang bukti harus ada. Apabila penyidik menemukan itu bisa dinaikan ke perkara kedua terutama yang menyangkut tersangka,” imbuh Danan. (*/Ana)