JOGJA – Zaman penjajahan pencak silat dibatasi. Tidak setiap orang boleh memperlajarinya. Selain itu, Belanda juga mengontrol ketat pengajaran pencak silat. Belanda takut jika pencak silat tersebar dan dapat digunakan sebagai alat perlawanan. Akibatnya, pencak silat diajarkan secara rahasia.
Banyak cara untuk mengelabuhi pemerintah Hindia Belanda guna mengajarkan pencak silat di kalangan masyarakat, diantaranya melalui kelompok budaya dengan berbagai macam latihan kesenian semisal jathilan, ludruk, wayang orang, ketoprak yang di dalamnya mengandung unsur pertarungan.
Berdirinya kelompok budaya yang melatih pencak silat memang diniatkan sebagai wadah pendadaran pemuda yang siap berjuang untuk melawan penjajahan.
Saat masa penjajahan Jepang justru membolehkan penyebarluasan pencak silat. Mereka mendorong dan mendukung.
Hal ini mengandung maksud bahwa pencak silat nantinya dimanfaatkan Jepang untuk menghadapi para tantara sekutu. Pada saat itu pergerakan pencak silat didirikan dan diatur pemerintah.
Kemerdekaan membawa angin segar bagi perkembangan Pencak Silat di Indonesia.
Meski mengalami pembatasan dan tekanan sepanjang periode penjajahan, pencak silat tidak mati. Ketika masa kemerdekaan, muncul inisiatif untuk menyatukan beragam aliran dan organisasi atau perguruan pencak silat.
Hampir setiap daerah mempunyai perguruan silat sendiri dengan ciri khas atau karakteristik jurus yang berbeda. Kemudian pada tahun 1950 di Yogyakarta, berdirilah organisasi IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) yang tadinya bernama IPPSI.
Demikian disampaikan Anggota MPR RI M. Afnan Hadikusumo di sela-sela acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara dan Syawalan yang diselenggarakan MPR Bersama Pimpinan Pusat Tapak Suci Putera Muhammadiyah (26/5/2022) di Aula Kantor perwakilan DPD RI DI Yogyakarta.
Pencak silat terbukti ikut memainkan banyak peran dalam memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Diantaranya sebagai alat untuk mempererat hubungan Indonesia dengan negara luar. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya Sembilan belas Perwakilan Wilayah di luar negeri oleh Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci, belum lagi perguruan pencak silat lainnya.
Di mancanegara pencaksilat sebagai alat untuk mempererat hubungan luar negeri dengan Indonesia juga sebagai media pengenala tradisi bangsa, sebagai alat diplomasi, bahkan menjadi ajang meraih prestasi, melalui festifal pencaksilat, kejuaraan dunia, pagelaran seni dan sebagainya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olah Raga PP Muhammadiyah Drs. H. Syukriyanto AR manyampaikan, Tapak Suci sebagai organisasi otonom Muhammadiyah memiliki modal yang besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tapak Suci memiliki keanggotaan dari berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai macam latar belakang agama, suku, ras, dan golongan baik di Indonesia maupun di mancanegara.
Tapak Suci sebagai Putera Muhammadiyah diharapkan menjadi ujung tombak dalam pembinaan Ideologi Pancasila.
Apalagi empat tokoh Muhammadiyah (Bung Karno, Ki Bagoes Hadikusumo, Kasman Singodimejo, dan Prof. Kahar Muzakir) ikut terlibat dalam pembahasan Pancasila dimana fungsinya merupakan pandangan hidup, ideologi negara, philosofische gronsdlag, dasar negara, jiwa dan kepribadian bangsa, serta pemersatu bangsa Indonesia.
Sementara itu, Ahmad Jam’an sebagai Ketua Panitia acara ini manyampaikan, bahwa Tapak Suci memiliki peran penting untuk merajut kebinekaan di tengah keberagaman. Maka seluruh keluarga besar Tapak Suci baik itu pendekar, kader, dan siswa harus memiliki pandangan yang konstruktif di era globalisasi dan era disrupsi saat ini. (*/Ana)