JOGJA – Peristiwa dugaan keharusan mengenakan jilbab oleh salah satu siswa di SMA Negeri I Banguntapan, Bantul masih menyeruak dalam tarikan isu intoleransi. Berbagai pihak terkonfirmasi dengan menempatkan secara proporsional dalam mengurai masalah sensitif itu. Di pihak lain memandang kasus tersebut mengekang kebebasan kehidupan beragama.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyimpulkan pandangannya agar persoalan diatas tidak dibesar-besarkan. Kesimpulan itu didasarkan pandangan Huda yang melihat peristiwa tersebut bukanlah pemaksaan namun bersifat saran.
“Peristiwa guru menyarankan berjilbab bagi siswi muslim menurut saya wajar, kalau pada siswa non muslim itu yang tidak boleh,” terang Huda, Rabu (3/8/2022).
Politisi PKS itu juga menggaris bawahi tidak masuk ranah persoalan intoleransi. “Sebenarnya itu kan mirip dengan guru menyarankan sholat jamaah, puasa ramadhan, tidak mengkonsumsi narkoba kepada siswa yang sesuai agamanya jadi bukan ranah intoleransi, tapi proses pendidikan,” ungkapnya.
Huda mengatakan pihak Dikpora Bantul juga telah memberikan solusi yang sesuai, jika siswi tersebut tidak nyaman bersekolah difasilitasi untuk pindah sekolah. “Saya menilai wajar jika guru sebagai pendidik menyarankan sesuatu yang dianggap baik pada muridnya,” katanya.
Huda mengajak melihat persoalan tersebut secara proporsional, sehingga tidak perlu dibesar-besarkan. “Seseorang mungkin saja salah dalam komunikasi, tetapi sebaiknya proporsional saja, jangan dibesarkan sehingga ada pihak yang terpojok dengan isu ini, apalagi dikaitkan dengan intoleransi,”
Terkait metode dan komunikasi guru, melalui penyadaran yang lebih penting. Sebab, seseorang melaksanakan kebaikan mustinya berdasarkan pemahaman dan kesadaran yang baik. Hal itu sebagai tugas guru dan isntitusi pendidikan.
“Saya mengharapkan kita hormati guru dan institusi pendidikan, sepanjang mereka tidak melanggar aturan yang berlaku. Jika ada aturan yang terlanggar kami minta dinas terkait mengambil tindakan yang sesuai. Jangan dijadikan isu yang berkonotasi DIY itu intoleran dan sebagainya,” ujarnya.
Di sisi lain muncul pandangan yang menuntut dunia pendidikan menghormati kebebasan menjalankan agama bagi anak didik. “Pemda (Dikpora) sudah semestinya menjamin kebebasan warga negaranya menjalankan ajaran agama dan kepercayaan,” ujar Anggota Fraksi PDI Perjuangan, DPRD DIY, Eko Suwanto.
Eko menyayangkan kasus tersebut, justru terjadi di lingkungan sekolahan. Ketua Komisi A DPRD DIY itu mendesak Pemda DIY untuk memastikan keberadaan sekolah negeri menjamin kebebasan beragama kepada peserta didik.
Upaya pembinaan kepada seluruh kepala sekolah dan guru di sekolahan sekolahan dibawah Dikpora DIY, penting untuk dilakukan dalam semangat menunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika.
Pengakuan Pihak Sekolahan
Terkonfirmasi, Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, Agung Istiyanto, menjelaskan sekolahnya sama sekali tidak mewajibkan siswi muslim menggunakan jilbab, karena memahami statusnya sebagai sekolah negeri. Anggapan adanya pemkasaan menggunakan jilbab tidaklah benar.
“Tuduhannya ya salah,” katanya.
Agung pun menerangkan duduk perkara terkait aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru BK berkaitan dengan tuduhan pemaksaan menggunakan jilbab. Menurutnya, saat itu guru BK bermaksud memberikan tutorial penggunaan jilbab dan sudah mendapatkan persetujuan dari siswi. Hanya saja ada salah satu siswa di kelas 10 yang enggan mengenakan jilbab, namun tetap diberikan kebebasan dan tidak ada unsur pemaksaaan untuk mengenakan jilbab.
Diperiksa ORI
Pun, dugaan keharusan menggenakan jilbab diatas mendapatkan respons dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY. Mereka akan meminta keterangan kepada pihak sekolahan.
“Kita telah menyampaikan surat untuk minta hadir di kantor ORI hari Rabu (3/8/2022),” kata Ketua ORI Perwakilan DIY Budhi Masturi.
Selain itu ORI Perwakilan DIY juga akan memamggil wali kelas dan guru agama. Sebelumnya pada hari Jumat (29/7/2022) Kepala Sekolah SMA Negeri I Banguntapan Agung Istiyanto telah memenuhi panggilan dari ORI Perwakilan DIY. (Ana)