JAKARTA – Wacana mekanisme pemilihan tertutup pada ppemilu 2024 mendatang, mendapat banyak penolakan dari mayoritas partai politik. Salah satu yang getol menolak tersebut datang dari Partai Demokrat.
Jansen Sitindaon yang merupakan kader Demokrat dengan tegas menolak pemilihan legislatif (pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup ataupun cukup dengan menyoblos lambang partai saja. Bahkan, Jansen mengajukan penolakannya tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jansen memberikan kuasa ke Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) Partai Demokrat untuk menjadi pihak terkait atas permohonan yang diajukan oleh Dimas Brian Wicaksono cs dengan no 114/PPU/XX/22 terhadap UU No 17 Tahun 2017, khususnya tentang proporsional terbuka yaitu pasal 168 ayat 2.
“Permohonan ikut sebagai pihak terkait dikarenakan kalau proporsional tertutup dikabulkan, maka pihak terkait selaku bacaleg tidak mempunyai ruang dan peluang untuk berkompetisi di dapilnya,” kata Kepala BHPP Partai Demokrat, Mehbob, Jumat (20/1).
Mehbob juga menjelaskan, jika terjadi sistem pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Selain itu, sistem pemilu tertutup juga merupakan perampasan hak suara rakyat dalam pesta demokrasi.
Mehbob menegaskan, sistem pemilu proposional tertutup jauh dari semangat reformasi yang menghendaki demokrasi yang sehat di Indonesia.
“Bahwa sistem proporsional tertutup adalah kemunduran demokrasi dan pengkhianatan terhadap demokrasi,” ujar Mehbob.
Kepala BHPP Partai Demokrat ini berharap agar MK tetap konsisten terhadap putusan No 22/24/PPU/VI/2008 tanggal 23 Desember 2008.
Jansen Sitindaon melalui BHPP Partai Demokrat telah mendaftarkan diri sebagai pihak terkait via online di MK.
“Bahwa kami telah mendaftar via online di Mahkamah Konstitusi No 8/PAN.ONLINE/2023 tertanggal 20 Januari 2023,” tandas Mehbob.
BACA JUGA : Ratusan Kader Demokrat Iringi AHY Jalan Kaki ke KPU
Gelar Pelantikan Serentak, Demokrat Kota Jogja Targetkan Satu Fraksi
Demokrat Jogja : Sistem Terbuka Lebih Utuh
Penolakan sistem pemilu tertutup tersebut mendapatkan dukungan dari daerah, salah satunya dari Jogja. Ketua DPC Partai Demokrat Kota Jogja Rini Hapsari menjelaskan sistem pemilihan tertutup justru mempersempit ruang demokrasi.
“Melalui sistem pemilihan terbuka ruang demokrasi pun terbuka lebar, dalam arti calon pemilih dapat mengetahui, mengenali langsung siapa calon yang layak dipilih. Sebaliknya jika pemilihan tertutup maka calon pemilih hanya mengetahui lambang partainya saja,” ungkapnya.
Anggota DPRD Kota Jogja ini menjelaskan masyarakat memiliki kepekaan sendiri sebelum menjatuhkan pilihannya. Setidaknya ada dua hal yang menjadi refrensi calon pemilih yaitu terkait rekam jejak partai politik bersangkutan dan mengenai profil calon legislatif.
“Nah, dengan sistem pemilihan terbuka dua refrensi ini menjadi acuan masyarakat sebelum menentukan pilihannya. Sehingga gambaran masyarakat untuk memilih lebih utuh dibandingkan dengan cara tertutup,” pungkas Rini. (*/Ana)