banner 728x250

GKR Hemas Sosialisasi Implementasi Pancasila Dalam Budaya Merti Desa

  • Share
Anggota MPR RI GKR Hemas saat menyampaikan sambutan dalam acara Sosialisasi Pancasila : Implementasi Pancasila dalam Budaya Merti Desa, di Lapangan Kadipiro, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Senin (24/7/2023). Foto : Istimewa.
banner 468x60

JOGJA – ​Anggota MPR RI GKR Hemas kembali mengadakan kegiatan Sosialisasi Pancasila di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Jogja), Senin 24 Juli 2023. Merti Desa yang digelar di Lapangan Kadipiro, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan ini menjadi ajang Hemas untuk menegaskan komitmen masyarakat Jogja terhadap pancasila.

Acara ini berlangsung meriah karena dihadiri lebih lebih dari 1.000 orang dengan berbagai pentas budaya menjadi pengantarnya. Menurut Hemas Kebudayaan adalah soko guru utama dalam upaya melestarikan Pancasila.

banner 336x280

​”Budaya Merti Desa harus terus dilakukan secara kontinu. Pada kegiatan Budaya ini, seluruh prinsip dari Pancasila bisa diimplementasikan. Kebudayaan adalah wujud dari Bhinneka Tunggal Ika,” tuturnya.

Permaisuri Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan HB X itu mengatakan Kesadaran budaya juga menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan Pancasila. Munculnya kesatuan masyarakat dalam acara Merti Desa juga mencerminkan Persatuan Indonesia.

*Ide ketuhanan muncul dalam berbagai tradisi tentang ketaatan beragama. Kemanusiaan dan Peradaban terus dilestarikan dalam nilai-nilai luhur budaya masyarakat pedesaan. Sementara kesatuan antara Kraton dan rakyat Jogja mencerminkan ide tentang kerakyatan,” terangnya.

​Dalam pengarahannya, Hemas menekankan pentingnya memasukkan Pancasila dalam semua kegiatan kebudayaan. Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa, jadi akan selalu sesuai dengan berbagai kegiatan termasuk Merti Desa.

“Jogja adalah provinsi yang sangat melestarikan kebudayaan. Masyarakatnya masih kokoh dalam menjalankan semua tradisi luhur warisan nenek moyang. Pancasila jangan dipisahkan dari tradisi yang ada, dan jangan pernah berpikir bahwa Pancasila adalah warisan budaya yang bersifat kuno. Sebaliknya modernisasi, budaya, dan Pancasila adalah satu, dan bersifat saling mendukung. Pelestarian budaya adalah pelestarian pancasila itu sendiri. Karenanya, Jiwa Pancasila akan selalu tertanam erat dalam hati dan pikiran rakyat Jogja,” bebernya.

Ibu dari lima anak itu menuturkan
berbicara tentang Pancasila, berarti juga berbicara mengenai penegakan hukum. Ia memberikan contoh bahwa pihak Kepolisian dan Kejaksaan sudah bekerja keras menyelesaikan kasus kriminal yang terkait dengan LGBT. Kejaksaan sedang bekerja untuk menyelesaikan kasus korupsi yang terkait dengan gratifikasi di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang.

“Dan, Pemerintah Daerah juga terus berusaha menyelesaikan masalah penumpukan sampah di TPA Piyungan. TPA ini harus ditutup selama 1,5 bulan karena overload. Tetapi tentunya semua harus dilaksanakan sesuai hukum dan regulasi yang berlaku,” ucapnya.

BACA JUGA : Pemkot Diminta Tak Terapkan Dulu Denda Buang Sampah

Huda : TPST Piyungan Jangan Ditutup Sebelum Ada Solusi

​Kegiatan Merti Desa bagian dari penjabaran Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 sebagai Dasar Hukum Pelaksanaan Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu pelestarian semua upacara adat sudah diatur oleh Perda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012, tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Kemudian ada juga Perda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2022, tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, yang bisa menjadi landasan hukum bagi setiap kegiatan kebudayaan di Jogja.

Islam dan Budaya

Dalam kesempatan itu Hemas juga menyinggung tentang Islam sebagai agama mayoritas di Jogja, Hemas menjelaskan bahwa Islam di Jogja adalah Islam yang murni, dengan ajaran yang mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Gusti Allah, tanpa campuran dari ajaran manusia. Islam di Jogja bukanlah Islam yang sudah bercampur dengan tradisi budaya di Arab, ataupun di Mesir, di India, di Pakistan, di Rusia dan negara-negara lain.

​Adapun budaya yang melekat pada ajaran Islam di Jogja, tentunya adalah budaya Jawa atau lebih tepat budaya Jogja. Hemas menegaskan, “Ketuhanan tetap sama, Islamnya tetap sama, tetapi budayanya adalah budaya kita sendiri.” Jogja mempunyai Surjan sebagai baju takwa. Bagian bawahnya dilengkapi dengan Jarik.

“Jadi tidak perlu menggunakan Gamis, Thobe, atau Celana Sirwal. Jogja juga sudah mempunyai Blangkon, yang mengikuti ajaran agama Islam. Tidak perlu semua masyarakat menggunakan Sorban atau Kafiyeh seperti di Arab. Ajaran Islam masuk dibawa oleh Wali Songo, dan diteruskan oleh Kyai-Kyai dan Ulama di Jawa. Ajarannya sudah sempurna, jadi tidak perlu ditambahi atau dikurangi lagi,” ungkapnya.

​Menutup pengarahannya, Hemas menegaskan kembali komitmennya kepada masyarakat untuk terus menegakkan Pancasila dan mendahulukan kepentingan rakyat. Hemas sangat percaya bahwa kegiatan kebudayaan akan bisa membangkitkan industri pariwisata yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jogja.

​Penjelasan lain tentang Pancasila disampaikan oleh Fathoni Aribowo yang menegaskan bahwa seluruh warga masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam menegakkan Pancasila. Kegiatan kebudayaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Pancasila, dan karenanya harus terus dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Merti Desa adalah bagaimana manusia harus membersihkan lingkungan, membersihkan diri dan membersihkan hati. Di dalamnya terkandung ide tentang kesatuan antara manusia dengan alam, rakyat dengan pemerintah, dan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa. (Ana/Ara).

banner 336x280
banner 120x600
  • Share